A. Perkembangan Usaha
Jenis skala usaha sebuah perusahaan di Indonesia dapat diklasifikasikan berdasarkan ada Pengklasifikasian jenis skala usaha ini berkaitan dengan dinamika bisnis dan keuntungan yang diperoleh perusahaan dalam menjalankan usahanya. Tujuan pengelompokan jenis usaha berdasarkan aktivitas bisnis adalah memudahkan pemerintah untuk memetakan, memantau, memonitor, mengawasi, membina hingga memberikan bantuan atau stimulus, baik dalam hal modal, pelatihan, pendidikan, akses hukum maupun kemudahan lainnya.
1. Skala Perkembangan Usaha
Skala perkembangan usaha di Indonesia dibedakan menjadi empat kategori, yaitu sebagai berikut.
a. Usaha skala mikro
Usaha skala mikro adalah usaha produktif yang tidak memiliki kekuatan hukum tetap dan tidak memiliki perizinan sehingga lebih dikenal dengan usaha sektor informal. Biasanya kekayaan bersih (aset) usaha ini paling tinggi senilai 50 juta rupiah (tidak termasuk tanah dan bangunan) dan hasil penjualan tahunan paling banyak senilai 300 juta rupiah.
b. Usaha skala kecil
Usaha skala kecil adalah usaha produktif yang memiliki kekayaan bersih berkisar antara 50 juta rupiah hingga 500 juta rupiah (tidak termasuk tanah dan bangunan) serta hasil penjualan tahunan berkisar antara 300 juta rupiah hingga 2,5 miliar rupiah. Berbeda dengan usaha skala mikro, usaha skala kecil sudah dilengkapi perizinan usaha dalam bentuk badan hukum. Contohnya, usaha dagang (UD), perusahaan dagang (PD), persekutuan komanditer (CV) hingga perseroan terbatas (PT).
c. Usaha skala menengah
Usaha skala menengah adalah usaha produktif yang telah memiliki kekayaan bersih berkisar antara 500 juta rupiah hingga 10 miliar rupiah (tidak termasuk tanah dan bangunan) serta hasil penjualan tahunan berkisar antara 2,5 miliar rupiah hingga 10 miliar rupiah. Biasanya, usaha ini sudah memiliki izin tetap dan berbadan hukum seperti koperasi, CV, atau PT.
d. Usaha skala besar
Usaha skala besar adalah usaha produktif yang dilakukan oleh badan hukum seperti PT, dengan kekayaan bersih di atas 10 miliar rupiah (tidak termasuk tanah dan bangunan) dan hasil penjualan tahunan lebih dari 50 miliar rupiah. Usaha skala besar meliputi usaha nasional milik negara atau swasta dan usaha asing yang menjalankan aktivitas ekonomi di Indonesia.
2. Tahapan Perkembangan Usaha
Perkembangan usaha bisa dipantau dari aktivitas bisnis penjualan yang diraih selama kurun waktu tertentu. Berdasarkan dinamika perkembangan usaha skala kecil, proses perkembangan usaha dapat diklasifikasikan menjadi tiga tahapan, yaitu sebagai berikut.
a. Tahap awal atau merintis
Karakter inferior masih terlihat jelas dalam proses perkembangan usaha ini. Penggunaan bahan baku atau material serta bahan pendukung dalam proses produksi masih relatif sedikit serta fluktuatif. Keterlibatan dan pemanfaatan teknologi otomatisasi dan informasi masih belum kuat. Pada tahapan ini, para wirausahawan masih mencari dan menentukan celah dan strategi berkembang.
b. Tahap berkembang
Setelah menemukan alur dan potensi bisnis serta mekanisme yang pasti untuk menstabilkan proses produksi dan capaian penjualan, proses perkembangan usaha dapat dilihat dalam beberapa variabel. Variabel tersebut, antara lain peningkatan penggunaan bahan baku, kebutuhan modal yang lebih besar dari periode sebelumnya, memiliki saving cost relatif tinggi, meningkatnya aset kekayaan perusahaan, dan peningkatan keterlibatan mesin produksi serta teknologi yang lebih maju.
c. Tahap akumulasi modal
Setelah melewati fase berkembang, sebuah usaha yang didirikan mulai dari bawah akan berubah menjadi lebih besar dengan jangkauan pasar yang semakin luas. Oleh karena itu, diperlukan modal yang relatif besar dengan dukungan sumber daya manusia yang kuat serta layanan yang lebih responsif dan mampu mengakomodasi setiap keperluan konsumennya. Selain itu, mekanisme pengelolaan perusahaan menjadi lebih rumit dan kompleks sehingga membutuhkan mekanisme pengontrolan dan pengelolaan manajemen yang teliti.
Untuk membedakan fase perkembangan usaha, Anda dapat menganalisisnya melalui beberapa aspek sebagai berikut.
a. Profesionalisme tim manajemen perusahaan.
b. Jumlah dan kualitas sumber daya manusia di perusahaan.
c. Jangkauan dan sasaran pasar yang dituju perusahaan.
d. Daya saing jual dan kapabilitas dalam menguasai pasar.
e. Keahlian (skill) dan pengetahuan (knowledge).
f. Strategi pemasaran.
g. Strategi pengadaan dan pengelolaan bahan baku.
h. Inovasi dan keterlibatan teknologi.
i. Kuota dan volume produksi.
j. Perbaikan kualitas produk.
k. Standardisasi pola dan proses produksi.
3. Aspek yang Memengaruhi Perkembangan Usaha
Ketika sebuah usaha kecil mulai berkembang menjadi besar, pola manajemen organisasi yang berjalan di dalam perusahaan tersebut juga akan terpengaruh. Proses perkembangan usaha kecil tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal seperti berikut.
a. Aspek keuangan
Besarnya modal serta keteraturan dan aturan jelas dalam pengelolaan keuangan akan menentukan keberhasilan usaha untuk mengelola, memantau, menganalisis, serta mengambil tindakan terkait kondisi keuangan perusahaan.
b. Aspek pemasaran
Sasaran dan misi menguasai pasar adalah segmen penting dalam proses promosi produk yang dilakukan perusahaan. Hal tersebut akan memengaruhi pola produksi dan pembiayaan yang disediakan.
c.Aspek produksi
Pola proses produksi dan output produk yang dihasilkan akan memengaruhi besar biaya yang digunakan serta keuntungan yang dicapai. Oleh karena itu, hendaknya standardisasi proses produksi harus selalu diperbaiki agar efektif dan efisien.
d. Aspek tenaga kerja
Konsep penting aspek ini adalah kebutuhan tenaga kerja berbanding lurus terhadap proses produksi yang dikerjakan. Semakin besar produksi yang dilakukan, semakin banyak pula tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses tersebut.
e. Aspek kewirausahaan
Kemampuan dan keterampilan seseorang dalam mengelola jalannya sistem organisasi perusahaan akan menghasilkan hasil signifikan. Hal ini juga dapat memastikan proses produksi dan target penjualan terpenuhi sesuai perencanaan.
f. Aspek layanan dan komunikasi
Kemampuan untuk menyediakan layanan bagi klien serta kecakapan dalam berkomunikasi dengan pihak luar, seperti investor dan perbankan akan mempermudah usaha memperoleh kepercayaan dan bantuan keuangan.
B) Tahapan Perkembangan Usaha
Konsep perkembangan usaha menjelaskan tentang runtutan pergerakan capaian penjualan sebuah produk selama masa hidupnya (batas waktu sebelum kedaluwarsa). Daur hidup bisa dikatakan sebagai siklus hidup yang memberikan pengertian mengenai perputaran waktu hidup produk, yang menggambarkan dinamika atau fluktuasi daya saing produk dalam pasar.
Sebagai contoh, pada era tahun 1990-an, mesin cuci masih didominasi oleh merek A. Hal tersebut terjadi karena belum ada pesaing/kompetitor lainnya. Produsen penghasil mesin cuci tersebut dengan mudah mengatur harga dan pasar. Namun ketika memasuki era tahun 2000-an, mulai bermunculan beragam merek mesin cuci dengan variasi harga serta spesifikasi yang menyebabkan penjualan mesin cuci merek A menurun.
1. Siklus Hidup Produk
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, produk memiliki siklus hidup yang menunjukkan perubahan daya saing produk di pasaran. Dalam siklus atau daur hidup suatu produk, terdapat empat poin penting, yaitu sebagai berikut.
a. Lifetime
Lifetime berarti suatu produk memiliki batas waktu, baik dalam hal penggunaan maupun daya saing di pasaran.
b. Variasi fase penjualan
Variasi fase penjualan adalah beragamnya metode penjualan yang diterapkan. Hal ini relatif memengaruhi ketercapaian target serta keberlangsungan hidup produk tersebut.
C. Fluktuasi pencapaian rabat
Fluktuasi pencapaian rabat adalah naik turunnya tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan, yang dipengaruhi oleh siklus hidup produk.
d. Tuntutan perencanaan strategi yang efektif
Untuk menjaga agar dalam siklus hidup produk selalu stabil nilai penjualannya, diperlukan rencana yang baik dalam menentukan strategi pada bidang produksi, pemasaran, penjualan, distribusi produk, finansial, pengadaan material, dan lainnya. Berikut adalah beberapa karakteristik siklus hidup sebuah produk yang dihasilkan dan dipasarkan oleh perusahaan.
a. Waktu hidup produk menggambarkan waktu batas kelayakan penggunaan produk oleh konsumen.
b. Siklus hidup menggambarkan proses akhir produksi yang menghasilkan produk siap jual, kemudian dipasarkan dan didistribusikan hingga tahap penggunaan oleh konsumen.
c. Siklus hidup yang dilalui oleh produk tidak selalu sama. Terkadang sebuah produk tidak memerlukan proses pengenalan pada konsumen, tetapi langsung pada tahap penggunaan.
d. Lama waktu yang dibutuhkan setiap fase daur hidup produk cukup beragam. Kategori lama waktu daur hidup pada produk dipengaruhi oleh jenis produk. Sebagai contoh, tipe product form memiliki pola waktu daur hidup standar menyerupai huruf S. Sementara model product category, menurut penelitian memiliki standar waktu daur hidup paling lama dibandingkan model lainnya. Untuk merek produk, jika dibandingkan dengan kedua jenis produk sebelumnya, mempunyai waktu daur hidup relatif pendek.
e. Lama waktu dalam tahapan daur hidup dapat diperbarui atau diperpanjang melewati batas waktu yang telah ditetapkan. Kondisi tersebut dapat dicapai dengan pemanfaatan inovasi, kreativitas, dan teknologi.
2. Tahapan Siklus Hidup Produk
Terkait dengan mempertahankan dan memperpanjang waktu dalam tahapan daur hidup atau dikenal dengan istilah Product Life Cycle, Anda harus memilih dan menetapkan strategi pemasaran dengan baik. Berikut adalah beberapa tahapan atau fase dalam proses daur hidup produk.
a. Introduction (perkenalan)
Tahap perkenalan merupakan fase awal ketika produk belum dikenal oleh masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan strategi pemasaran yang efektif agar produk mudah dikenal dan menarik konsumen, dengan cara menyinergikan beberapa teknik promosi secara masif dan menawarkan harga diskon. Pada fase ini, Anda dapat memilih beberapa jenis strategi sesuai dengan kondisi lapangan, antara lain sebagai berikut.
1) Slow skimming strategy
Slow skimming strategy menggunakan metode pengenalan yang tidak membutuhkan kecepatan dalam memasuki pasar. Mekanisme strategi ini adalah dengan mematok harga tertinggi yang diizinkan dari sebuah produk, dengan tujuan mendapatkan keuntungan sebesar mungkin. Untuk menekan pengeluaran selama proses promosi, biasanya metode ini menganjurkan untuk meminimalisasi proses promosi. Teknik ini akan berhasil jika sasaran pasar hanya terbatas pada konsumen tertentu, yang para konsumennya telah memiliki pemahaman dan pengalaman terhadap produk tersebut dan belum adanya pesaing potensial.
2) Rapid skimming strategy
Rapid skimming strategy memiliki tujuan utama, yaitu kecepatan dan ketepatan pengenalan produk dalam pasar. Penawaran harga produk yang relatif tinggi dengan tujuan memperoleh keuntungan sebesar-besarnya disertai proses marketing atau promosi dengan gencar, guna meraih simpati dan ketertarikan konsumen pada produk tersebut. Strategi ini akan berhasil jika produk yang ditawarkan merupakan produk baru dan memiliki fungsi tepat guna bagi konsumen sehingga konsumen rela membeli dengan harga mahal. Tawaran kualitas dan besar manfaat pada produk yang sama dibanding kompetitor akan menjadi unsur penting keberhasilan strategi ini.
3) Rapid penetration strategy
Berbeda dengan rapid skimming strategy yang menggunakan skema harga tinggi dan promo besar- besaran sehingga cakupan klien juga berkurang, konsep yang diangkat dalam rapid penetration strategy adalah memperoleh simpati klien secara besar-besaran. Dengan iming-iming harga di bawah harga resmi perusahaan lainnya (adanya diskon besar-besaran) dan penggunaan media promosi yang masif dan agresif sehingga membutuhkan biaya besar, diharapkan produk dapat menembus pasar secara cepat dan mampu bersaing atau bahkan menguasai pasar. Teknik ini biasanya diterapkan untuk menjangkau pasar luas (seperti antarnegara, antardaerah, bahkan dunia internasional) di mana konsumen belum mengetahui spesifikasi dan detail produk. Selain itu, dalam pangsa pasar sudah terdapat produk lain sejenis yang telah dinikmati konsumen sehingga solusi persaingan harga akan menjadi aspek penting untuk bersaing.
4) Slow penetration strategy
Slow penetration strategy adalah kebalikan dari rapid strategy. Karakteristik strategi ini, meski tetap menggunakan metode promosi penjualan dengan harga di bawah standar perusahaan lainnya dengan tujuan mencari jumlah penjualan yang besar, tetapi tidak menggunakan metode promosi secara besar-besaran guna menekan biaya promosi. Strategi ini relatif sukses pada pangsa pasar dengan jangkauan sangat luas di mana konsumen lebih sering memperhatikan harga sebagai pedoman dalam pembeliannya. Selain itu, disebabkan adanya produk kompetitor sejenis yang lebih dulu menguasai pasar dengan modal lebih besar.
b. Growth (pertumbuhan) Tahap pertumbuhan daur hidup sebuah produk biasanya terjadi setelah pada tahap perkenalan produk berhasil mendapatkan perhatian dan memperoleh konsumen setia. Tahap pertumbuhan dibedakan menjadi dua kategori, yaitu sebagai berikut.
1) Slow growth
Karakteristik fase slow growth adalah tingkat volume penjualan dalam kurun waktu tertentu tetap mengalami peningkatan, tetapi di sisi lain proses pertumbuhan daur hidup produk mengalami penurunan. Kondisi tersebut terjadi karena keberhasilan fase pengenalan produk yang membuatnya dikenal dan dipercaya konsumen sehingga mayoritas sudah menggunakan serta memperoleh posisi branding. Untuk mengantisipasi keadaan tersebut, perusahaan harus selalu berimprovisasi dan berinovasi guna meningkatkan bentuk dan kualitas produknya, agar tetap mendapat simpati konsumen. Perbaikan produk ini lebih mengarah pada proses penyempurnaan bentuk dan model atau lebih sering disebut dengan style improvement.
2) Rapid growth Rapid growth terjadi saat produk dalam fase perkenalan mulai dikenal dan para konsumen mulai mempercayainya. Hal tersebut dapat diindikasikan dengan melonjaknya nilai penjualan. Jika model dan fungsi produk tersebut merupakan karya inovasi baru di pasar, produk akan berpotensi memancing inovasi dari kompetitor untuk membuat tiruan yang bertujuan mengimbangi produk yang ada.
C. Maturity (kedewasaan) Tahap kedewasaan merupakan tahapan ketika produk memiliki kestabilan dan nilai penjualan tertinggi dibandingkan periode sebelumnya. Biasanya sebuah produk akan memiliki waktu lama dalam tahapan ini setelah memperoleh kepercayaan dari konsumen. Namun, sebaiknya produk tetap selalu diperbarui dan diinovasi untuk memastikan dapat bertahan dan bersaing dengan pesaing lainnya. Teknik mempertahankan serta memperpanjang waktu tahapan daur hidup produk dengan memilih dan menentukan strategi pemasaran kreatif dikenal dengan istilah innovative maturity. Imbasnya, usaha menjadi mudah terpengaruh pergerakan dan perubahan perekonomian nasional. Pasar menjadi lebih pintar dan mulai mencari identitasnya sehingga perusahaan harus mulai berbenah diri dengan mencari dan menetapkan strategi pemasaran yang berbeda-beda untuk setiap segmen pasar. Tahapan dalam maturity dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut:
1) Growth maturity
Growth maturity dapat dilihat dari angka peningkatan penjualan yang tidak lagi signifikan, bahkan cenderung menurun seiring terbatasnya jalur distribusi baru yang bisa digunakan.
2) Stable maturity
Stable maturity menunjukkan bahwa tingkat penjualan dalam kurun waktu tertentu cenderung stabil dan landai. Kemungkinan terbesar penyebabnya adalah kebutuhan pasar telah terpenuhi atau karena faktor kebosanan. Di sisi lain, masih ada potensi konsumen baru yang kelak menjadi pendongkrak nilai penjualan.
3) Decaying maturity
Decaying maturity memperlihatkan bahwa tingkat penjualan mulai mengalami pengurangan dan cenderung menurun drastis. Hal tersebut dikarenakan beberapa konsumen telah beralih pilihan pada produk lain. Oleh karena itu, guna mempertahankan stabilitas nilai penjualan dalam tahap kedewasaan (maturity), Anda dapat memilih beberapa strategi berikut.
1) Metode offensive strategy
Teknik yang digunakan pada model offensive strategy adalah upaya mempertahankan dan meningkatkan usaha dengan melakukan beberapa perubahan atau modifikasi pasar dan pembaruan produk, antara lain sebagai berikut.
Memperbaiki metode promosi.
Memperluas area pemasaran.
Menambah sasaran pengguna yang belum pernah menggunakan produk (non konsumen).
Memaksimalkan potensi pemasaran secara masif.
Mengubah dan menarik perhatian serta daya beli konsumen kompetitor lain.
Memodifikasi serta memperbarui produk yang telah ada sehingga lebih menarik, murah, dan berkualitas.
Tujuan memperbarui produk adalah menambahkan nilai manfaat produk, yang dapat memengaruhi daya beli konsumen untuk lebih intens atau dikenal dengan istilah product relaunching.
2) Metode defensive strategy
Metode defensive strategy dilakukan dalam rangka menjaga stabilitas penjualan dan posisi tawar produk dalam pangsa pasar. Selain itu, untuk mempertahankan eksistensi produk sebagai salah satu tipe kelompok produk atau product category agar tetap mendapat posisi kuat ketika muncul produk lain sejenis. Karakteristik strategi ini dilakukan dengan mengubah dan memperbaiki pola pemasaran, meminimalisasi biaya produksi, dan memperbarui produk.
d. Decline (penurunan)
Tahap penurunan memperlihatkan kondisi ketika produk kurang diminati lagi oleh konsumen karena faktor tertentu, misalnya kemunculan produk lain sejenis yang lebih murah dan berkualitas. Efek negatif dari fase ini adalah volume penjualan dan keuntungan yang didapat perusahaan mulai menurun. Untuk mengurangi dampak buruk fase ini, ada beberapa langkah yang dapat ditempuh, antara lain sebagai berikut.
1) Memperbarui produk agar memiliki tampilan, performa, dan kualitas lebih baik.
2) Merilis beberapa versi produk sesuai dengan segmen pasar.
3) Menekan biaya produksi sehingga nilai jual produk bisa lebih murah.
4) Meningkatkan aktivitas pemasaran.
5) Memperluas area dan sasaran pasar.
6) Memperbaiki kemampuan SDM dan teknologi manufaktur.
7) Menambah nilai investasi untuk modal pembiayaan.
8) Jika perusahaan mengalami masalah internal yang berdampak pada produksi dan promosi penjualan, sebaiknya keinginan menambah investasi harus ditahan dulu sampai masalah tersebut terselesaikan.
9) Melakukan seleksi investasi yang kurang menguntungkan bagi perusahaan.
10) Mempertahankan konsumen setia.
11) Alternatif paling akhir jika semua solusi tidak memenuhi dan mencukupi kebutuhan bisnis perusahaan adalah metode harvesting strategy, yaitu menjual semua aset untuk memperoleh pengembalian biaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar